Halaman

Sabtu, 01 Maret 2014

Hak Milik Menurut Al-Qur'an dan Hadits

Hak milik atau “Kepemilikan” berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka" yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab “milk” berarti kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Kepemilikan merupakan ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan syariah.  Kepemilikan berarti juga hak khusus yang didapatkan si pemilik sehingga ia mempunyai hak untuk menggunakan barang tersebut sejauh tidak melakukan pelanggaran pada garis-garis syariah. Karena pemilik sesungguhnya dari sumber daya yang ada ialah Allah swt, manusia dalam hal ini hanya di titipkan untuk sementara saja. Kepemilikan dalam islam terbagai atas dua, yaitu; Allah swt sebagai pemilik mutlak alam semesta dan manusia sebagai khalifah di muka bumi penerima titipan dari Allah swt. 

Al-Qur’an

Seperti yang terdapat dalam surat Al-Baqarah (2): 188, yaitu;

{ وَلاَ تَأْكُلُواْ أموالكم بَيْنَكُم } أي يأكل بعضكم مال بعض { بالباطل } الحرام شرعاً كالسرقة والغصب { وَ } لا { تُدْلُوا } تلقوا { بِهَا } أي بحكومتها أو بالأموال رشوة { إِلَى الحكام لِتَأْكُلُواْ } بالتحاكم { فَرِيقاً } طائفة { مّنْ أَمْوَالِ الناس } متلبسين  {بالإثم وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ} أنكم مبطلون .

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah: 188) 

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282) 

  “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 284) 

Demikian dalam ayat-ayat di atas yang memberikan pengertian bahwa harta ketika dikaitkan dengan manusia berarti dimiliki oleh manusia sebatas hidup di dunia, dan itu pun bila diperoleh dengan cara yang halal dan sesuai dengan  syariah Islam. Kita sebagai manusia harus sadar bahwa harta apapun yang kita miliki hanya titipan dari Allah swt, untuk kita manfaatkan dan gunakan sesuai dengan syari’ah islam, karena pemilik mutlak dari harta yang kita miliki adalah Allah swt. 

Kemudian dalam surat Al-Baqarah (2); 282 diatas meupakan ayat yang terpanjang dalam al-Quran dan berbicara mengenai hak manusia, yaitu memelihara hak keuangan masyarakat. Menyusul ayat-ayat sebelumnya mengenai hukum-hukum ekonomi Islam yang dimulai dengan memacu masyarakat supaya berinfak dan memberikan pinjaman dan dilanjutkan dengan mengharamkan riba, ayat ini menjelaskan cara yang benar bertransaksi supaya transaksi masyarakat terjauhkan dari kesalahan dan kedzaliman dan kedua pihak tidak merugi. 

Hadits 

Dari Abu Umamah, yaitu lyas bin Tsa'labah al-Haritsi bahwasanya Rasulullah saw. bersabda; 

“Barangsiapa yang mengambil haknya seseorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah telah mewajibkan neraka untuknya dan mengharamkan syurga atasnya." Kemudian ada seorang lelaki yang bertanya: "Apakah demikian itu berlaku pula, sekalipun sesuatu benda yang remeh ya Rasulullah?" Beliau menjawab: "Sekalipun bendanya itu berupa setangkai kayu penggosok gigi.” (Riwayat Muslim) 


Dalam hadits di atas memberikan pengertian bahwa kita sebagai seorang muslim tidak boleh saling merampas hak milik sesama, sekecil apapun itu. Kita sebagai umat muslim harusnya saling menolong dalam menjalankan setiap perintah yang Allah berikan kepada umat-Nya. Kita sebagai manusia harus sadar bahwa hak yang dimiliki hanyalah bersifat sementara, dan merupakan titipan dari Allah yang sewaktu-waktu jika Dia berkehendak maka Dia akan mengambilnya dari kita. Sekecil apapun hak yang kita rampas dari sesama maka Allah akan sangat membenci itu, seperti yang telah tertulis dalam hadits di atas. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar