Hak
milik atau “Kepemilikan” berasal dari bahasa Arab dari akar kata
"malaka" yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab “milk” berarti
kepenguasaan orang terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut
dalam genggamannya baik secara riil maupun secara hukum. Kepemilikan merupakan
ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan syariah. Kepemilikan berarti juga hak khusus yang
didapatkan si pemilik sehingga ia mempunyai hak untuk menggunakan barang
tersebut sejauh tidak melakukan pelanggaran pada garis-garis syariah. Karena pemilik
sesungguhnya dari sumber daya yang ada ialah Allah swt, manusia dalam hal ini
hanya di titipkan untuk sementara saja. Kepemilikan dalam islam terbagai atas
dua, yaitu; Allah swt sebagai pemilik mutlak alam semesta dan manusia sebagai
khalifah di muka bumi penerima titipan dari Allah swt.
Al-Qur’an
Seperti
yang terdapat dalam surat Al-Baqarah (2): 188, yaitu;
{
وَلاَ تَأْكُلُواْ أموالكم بَيْنَكُم } أي يأكل بعضكم مال بعض { بالباطل } الحرام شرعاً
كالسرقة والغصب { وَ } لا { تُدْلُوا } تلقوا { بِهَا } أي بحكومتها أو بالأموال رشوة
{ إِلَى الحكام لِتَأْكُلُواْ } بالتحاكم { فَرِيقاً } طائفة { مّنْ أَمْوَالِ الناس
} متلبسين {بالإثم وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ}
أنكم مبطلون .
“Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah: 188)
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu),
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya
atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang
lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya.
Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil;
dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.
(Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis
dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS.
Al-Baqarah: 282)
“Kepunyaan
Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah
akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah
mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 284)
Demikian
dalam ayat-ayat di atas yang memberikan pengertian bahwa harta ketika dikaitkan
dengan manusia berarti dimiliki oleh manusia sebatas hidup di dunia, dan itu
pun bila diperoleh dengan cara yang halal dan sesuai dengan syariah Islam. Kita sebagai manusia harus
sadar bahwa harta apapun yang kita miliki hanya titipan dari Allah swt, untuk
kita manfaatkan dan gunakan sesuai dengan syari’ah islam, karena pemilik mutlak
dari harta yang kita miliki adalah Allah swt.
Kemudian
dalam surat Al-Baqarah (2); 282 diatas meupakan ayat yang terpanjang dalam
al-Quran dan berbicara mengenai hak manusia, yaitu memelihara hak keuangan
masyarakat. Menyusul ayat-ayat sebelumnya mengenai hukum-hukum ekonomi Islam
yang dimulai dengan memacu masyarakat supaya berinfak dan memberikan pinjaman
dan dilanjutkan dengan mengharamkan riba, ayat ini menjelaskan cara yang benar
bertransaksi supaya transaksi masyarakat terjauhkan dari kesalahan dan
kedzaliman dan kedua pihak tidak merugi.
Hadits
Dari
Abu Umamah, yaitu lyas bin Tsa'labah al-Haritsi bahwasanya Rasulullah saw.
bersabda;
“Barangsiapa
yang mengambil haknya seseorang muslim dengan sumpahnya, maka Allah telah
mewajibkan neraka untuknya dan mengharamkan syurga atasnya." Kemudian ada
seorang lelaki yang bertanya: "Apakah demikian itu berlaku pula, sekalipun
sesuatu benda yang remeh ya Rasulullah?" Beliau menjawab: "Sekalipun
bendanya itu berupa setangkai kayu penggosok gigi.” (Riwayat Muslim)
Dalam
hadits di atas memberikan pengertian bahwa kita sebagai seorang muslim tidak
boleh saling merampas hak milik sesama, sekecil apapun itu. Kita sebagai umat
muslim harusnya saling menolong dalam menjalankan setiap perintah yang Allah
berikan kepada umat-Nya. Kita sebagai manusia harus sadar bahwa hak yang
dimiliki hanyalah bersifat sementara, dan merupakan titipan dari Allah yang
sewaktu-waktu jika Dia berkehendak maka Dia akan mengambilnya dari kita.
Sekecil apapun hak yang kita rampas dari sesama maka Allah akan sangat membenci
itu, seperti yang telah tertulis dalam hadits di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar