Secara literal, akad berasal dari
bahasa arab yaitu عَقَدَ يَعْقِدُ عَقْدًا yang berarti perjanjian atau
persetujuan. Kata akad juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan
adanya ikatan antara orang yang berakad. Rumusan akad mengindikasikan bahwa perjanjian
harus merupakan perjanjian kedua belah pihak untuk mengikatkan diri tentang
perbuatan yang akan dilakukan dalam suatu hal yang khusus. Akad ini diwujudkan
diantaranya dalam ijab dan kabul, sesuai dengan kehendak syariat, dan adanya
akibat hukum pada objek perikatan. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah yang
dimksud dengan akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak
atau lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan hukum tertentu. SebAllah
telah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 1, yang artinya;
“Hai
orang-orang yang beriman penuhilah aqad-aqad itu… ” (QS Al-Maidah [5]; 1)
Dalam ayat diatas juga ahli
tafsir memberikan penjelasan bahwa Aqad (perjanjian) mencakup aqad secara
vertikal, yaitu janji prasetia kita manusia sebagai hamba kepada Allah. Dan aqad
secara horizontal, yaitu perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan antar
sesamanya.
Karena sebagai makhluk sosial,
manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan orang lain dalam kerangka
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia sangat beragam, sehingga
terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk memenuhinya, dan harus
berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu manusia dengan manusia lain
dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang menjelaskan hak dan
kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan
dalam kerangka memenuhi kebutuhan keduanya, lazim disebut dengan proses untuk
berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakah fitrah yang sudah
ditakdirkan oleh Allah, oleh karena itu akad merupakan kebutuhan sosial sejak
manusia mulai mengenal arti hak milik.
Islam sebagai agama yang
komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk
dapat diimplementasikan dalam setiap masa. Sehingga dalam suatu akad yang
hendak kita lakukan, maka untuk memenuhi ketentuan sahnya suatu akad tersebut
harus memenuhi hukum dan syarat akad yang merupakan unsur asasi dari akad. Akad
sebagai salah satu cara untuk memperoleh harta dalam syariat Islam yang banyak
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Akad merupakan cara yang diridhai Allah
dan harus ditegakkan isinya.
Begitu pula yang terdapat dalam
hadist, bahwa aqad ini memiliki satu tempat yang khusus dalam melengkapi suatu
jual beli ataupun kegiatan lainnya yang mengharuskan diadakanya aqad. Salah
satu syarat dalam melaksanakan kegiatan aqad, yaitu harus adanya rasa saling
ridha antara yang beraqad. Dalam hadist
Rosululloh saw, dari Jabir bin Abdullah Rhodliyallohu ‘anhuma dalam kitab Syurutuhum
Bainahum yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhori;
“Segala
bentuk persyaratan yang tidak ada dalam Kitab Allah ( Hukum Allah) adalah
batal, sekalipun sejuta syarat” (HR. Bukhari)
Hadist diatas menjelkaskan bahwa akad
yang di adakan oleh para pihak harus di dasarkan kepada kesepakatan kedua belah
pihak, yaitu masing-masing pihak ridho/rela akan isi akad tersebut, atau dengan
perkataan lain harus merupakan kehendak bebas masing-masing pihak. Dalam hal
ini berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu kepada pihak yang
lain, dengan sendirinya akad yang
diadakan tidak didasarkan kepada mengadakan perjanjian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar